Belanda selalu menarik, semenarik
membicarakan Tacha, keponakanku. hal itu karena keduanya memiliki kemiripan,
bukan dalam sisi fisik, namun sifatnya. Ya, Belanda dengan kebebasannya yang
membangun telah menciptakan iklim kreatifitas yang tinggi di kalangan
masyarakatnya. Demikian juga dengan Tacha, mamanya, kakakku, sejak awal berniat
mendidik dengan kebebasan yang terarah membentuk Tacha menjadi pribadi yang
kreatif, serta tidak manja padahal usianya baru 9 bulan. Dimana kreatifitasnya
?
Tacha, pada bulan lalu, belum
bisa merangkak namun memiliki keinginan yang keras untuk melangkah dan
menggapai barang yang tidak terjangkaunya. Rasa penasaran yang tinggi mendorongnya
untuk memutar otak memikirkan cara mencapai keinginannya. Ketika ia tidak bisa
merangkak maju maka yang dilakukannya adalah berguling-guling hingga mencapai
tempat yang diharapkannya dan berhasil menggapai barang tersebut. Cara lain
yang dilakukannya adalah maju a la
ulat bulu, pelan namun sampai. Aku bilang a
la ulat bulu karena dia memang maju seperti ulat bulu maju. Bayangkan saja
betapa kocaknya.
Belanda adalah bangsa yang besar
sejak dulu. Bukan memuji, namun kemampuan mereka mencapai tanah Nusantara dan
menguasainya dalam waktu yang lama menunjukkan kemampuan berpikir di luar pattern. Kondisi geografisnya yang
berada dibawah permukaan laut tidak membuat gentar namun justru berinovasi
dengan terpen, tanggul, serta kincir
anginnya, memberikan daya tarik wisata bagi bangsa lain. Siapa yang tidak kenal
negeri Kincir Angin? Siapa yang menyangsikan kekuatan bangunan Belanda yang bahkan
hingga kini masih berdiri dengan gagah di Indonesia.
Kreatifitas-kreatifitas itu
terbentuk dari adanya kebebasan dalam berpikir dan kondisi alam mereka, dimana
masyarakatnya tidak serta merta menjadikannya alasan untuk mengeluh dan
bermanja namun menjadi motivasi untuk mengungguli bangsa lain.
Berbicara mengenai pendidikan,
perguruan tinggi di Belanda termasuk dalam peringkat 10 dari antara 200
perguruan tinggi di dunia. Bahkan pada tahun 2011, 12 perguruan tingginya
tercatat di dalam peringkat tersebut.
Sesuatu yang tidak teruji maka tidak dapat dikategorikan yang terbaik.
Kebebasan pemikirannya tercermin dalam sistem pendidikan di negara ini, dimana semua
anak-anak diwajibkan bersekolah dan sejak sekolah dasar telah diarahkan untuk
menempuh jalur studi sesuai dengan kemampuan dan kemauannya. Tidak adanya
stigma bahwa seorang yang sukses adalah
seorang yang pendidikannya hingga perguruan tinggi. Adanya pembagian jenjang
pendidikan pasca basischool di
Belanda, yaitu VBO dan MAVO (4 tahun) yang membuka jalan untuk menempuh
pendidikan menengah kejuruan dan sistem magang, HAVO (5 tahun) untuk
selanjutnya menempuh pendidikan tinggi kejuruan, dan VWO (6 tahun) merupakan
cara untuk bisa menjejakkan kaki di bangku universitas, menciptakan ruang bagi anak untuk
berkreatifitas tanpa tekanan. Karena ketika standar pendidikan diterapkan
tanpa mempedulikan kemampuan dan kemauan seorang anak maka hasilnya akan nihil,
hanya mampu melahirkan pengikut saja bukan seorang pemikir, penemu, dan
pencipta.
Ketika Tacha berusia 8 bulan dan
masih belum mampu merangkak, mamanya tidak memaksakan standar namun memberikan
ruang gerak. Hal itulah yang membentuknya berusaha menggapai keinginannya
dengan cara lain : a la ulat bulu.
Dan Belanda, Nederland, Dutch, Koninkrijk der Nederlanden, adalah cara ulat bulu
itu, menggapai cita-cita dengan cara yang kita mampu, untuk menjadi pemikir,
penemu, dan pencipta. Bukan sekedar pengikut apalagi penonton.
Melangkahlah
keluar dari kotak dan raih impianmu.
Sumber-sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar