Rabu, 23 Mei 2012

Sayonara Thomas dan Uber Cup 2012




Rabu, 23 Mei 2012, merupakan hari yang paling buruk di sepanjang sejarah perbulutangkisan Indonesia. Tidak cukup untuk pertama kalinya Tim Thomas Indonesia harus berlapang dada terpuruk di babak perempat final, masih harus ditambah kenyataan mereka kalah dari Tim Jepang. Tim yang selama ini bukan lawan bebuyutan yang kerap menjegal atau menghalangi langkah Tim Indonesia mencapai puncak. Sedih...kecewa...nyaris frustasi, itu perasaan saya mengetahui hasilnya. Saya memang tidak bisa menonton pertandingannya di televisi karena ketika ditayangkan masih berada di kantor. tapi mengetahui hasilnya saja sudah bikin kehilangan semangat apalagi kalo harus menyaksikannya.

Ketika perjuangan Simon Santoso di partai pertama tidak didukung baik oleh partai ganda Markis Kido dan Hendra Setiawan serta partai ketiga Taufik Hidayat, ganda kedua Alvent Yulianto dan Muhammad Ahsan berusaha untuk menyamakan kedudukan dengan Jepang 2-2. Harapan terakhir tinggal bertumpu pada Dionysius Hayom Rumbaka untuk Tim Thomas Indonesia dapat melaju ke Semi Final namun sayang kali ini seluruh pendukung Tim Thomas harus bersama-sama dengan tim menanggung kekecewaan karena gagal meneruskan langkah. Jika memperbandingkan peringkat dunia antara Rumbaka (peringkat 23) dan Takuma Ueda (Peringkat 38) sebenarnya Rumbaka lebih unggul. Namun entahlah..faktor mental mungkin lebih banyak  mempengaruhi. Yang paling saya sesalkan adalah Taufik Hidayat yang tidak mampu mengalahkan Kenichi Tago, padahal dari segi fisik Taufik sudah tidak turun ketika melawan China sehari sebelumnya sehingga seharusnya dia sudah cukup merecharge tenaga dibandingkan Simon Santoso dan Markis Kido yang main 3 hari berturut-turut.

Kekecewaan terhadap kekalahan Tim Thomas turus dilengkapi oleh Tim Uber yang juga diganjal Tim Jepang dengan score 3-2. Hampir sama dengan Tim Thomas, partai kelima pun menjadi partai penentu bagi jalan masing-masing tim. Linda Weni Fanetri  yang harus berjuang keras melawan kelincahan Minatsu Mitani sempat unggul di set pertama, namun Mitani tidak rela membiarkan set kedua menjadi milik Indonesia sehingga mereka harus bermain hingga 3 set di partai kelima. Linda Weni memang benar-benar menguras tenaga mati-matian, beberapa pukulannya sempat membuat Mitani terjatuh di lapangan namun ternyata Tim Indonesia memang harus mempersiapkan diri dan berjuang lebih lagi untuk membawa pulang piala-piala tersebut. Linda Weni harus mengakui kemenangan Mitani.

Score yang diperoleh oleh Tim Uber disumbangkan oleh Adrianti Firdasari (partai ketiga) dan pemain Ganda Feinya dan Nitya (partai keempat) yang berhasil mengalahkan Tim Jepang.

Sedikit hal menarik yang sama perhatikan dalam pertandingan ketika Tim Indonesia berhadapan dengan Tim Cina dan Tim Jepang adalah kedua tersebut (Cina dan Jepang) kerap mengeluarkan teriakan ketika reli panjang berakhir, entah mereka mendapatkan point atau tidak. saya menerka-nerka (karena tidak punya psikologi), apakah teriakan mereka itu sedikit banyak membawa manfaat untuk menetralisir emosi mereka sehingga bisa menjadi lebih tenang dalam menjalani pertandingan ya..? Jika memang demikian sepertinya Tim Indonesia boleh mencoba. Karena jika dilihat dari skill masing-masing anggota Tim punya pengalaman bertanding yang cukup untuk membuat mereka dalam kategori pemain yang diperhitungkan.

Kekalahan kedua tim di babak perempat final ini pun harus benar-benar menjadi cambuk, tidak saja bagi PBSI namun cambuk keras untuk pemerintah Indonesia yang selama ini sudah diketahui bersama kurang memberikan perhatian bagi atlit-atlit berprestasi di Indonesia. Mereka hanya care ketika atlit berhasil pulang membawa penghargaan, seakan-akan atlit-atlit hanya disayang ketika membawa kemenangan namun ketika mereka harus menanggung kekalahan semua secara kompak memberi penghiburan dengan mengatakan "harus berlatih lebih keras". Pemerintah Indonesia harus intropeksi diri apakah selama ini sudah cukup memberikan kesejahteraan bagi para atlit sehingga mereka bisa fokus menjalani latihan untuk menghadapi event-event Internasional. Pemerintah bisa dengan gampangnya menaikkan gaji pejabat-pejabat negara dari segala bidang dengan dalih agar mereka bisa fokus bekerja dan mengurangi naluri memperkaya diri sendiri dari uang negara, namun lupa bahwa pejabat-pejabat tersebut hampir tidak pernah mengenal rasa cukup padahal kinerjanya abal-abal semua. Bahkan anggaran yang memang sudah dialokasikan pagi pembinaan atlit serta pengembangan fasilitas atlit pun tidak luput dari manuver-manuver mereka dalam memperkaya diri

ini saatnya semua berbenah. ketika kejayaan Indonesia di berbagai bidang semakin terpuruk jangan menjadikan SDM sebagai satu-satunya permasalah namun pemerintahlah yang pertama kali harus dikoreksi dan diperbaiki.

Yah..seperti pepatah-pepatah lama yang mengatakan bahwa kekalahan adalah kemenangan yang tertunda, kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Selama ini Tim Indonesia selalu mengalami kemenangan dan kesuksesan yang tertunda. tentunya saya dan pastinya seluruh pendukung Tim Bulutangkis Indonesia berharap besar penundaan itu tidak lama lagi. Mungkin (namun lebih berharap "PASTI") pada kejuaraan Thomas - Uber Cup selanjutnya Tim Indonesia dapat kembali menyandingkan piala tersebut sebagaimana yang dilakukan pada masa kejayaan Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma.

Tim Thomas dan Uber Indonesia...
Saya tetap bangga sama kalian. jauh lebih bangga kepada kalian dibanding pada pemerintahan kita saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar